Kamis, 07 April 2011

romantisme senja


Kereta Rel Listrik (KRL) AC di jalur empat siap berangkat pagi itu. Para penumpang sudah duduk rapi, beberapa ada pula yang berdiri. Diantara keramaian penumpang tampak sepasang manula yang jika diamati dari ciri-cirinya, orang akan mudah menebak mereka keturunan etnis Tionghoa.

Aku perhatikan, si kakek dan nenek bermaksud menyeberang ke jalur tiga dengan melewati gerbong KRL AC yang kunaiki. Bergenggaman tangan erat, bahu membahu mereka menaiki anak tangga gerbong. Mereka harus berhasil menyeberang sebelum pintu gerbong tertutup. “KRL AC jalur empat sebentar lagi akan diberangkatkan,” demikian pengumuman yang disampaikan bagian informasi stasiun Bogor.

Beberapa penumpang termasuk aku memperhatikan keduanya. Cemas, takut kalau mereka tak berhasil menyeberang. “Hati-hati Pak, Bu, cepat sedikit. Kereta jalan sebentar lagi,” kata seorang pria sambil membantu menuntun si kakek dan nenek. Keduanya hanya tersenyum, menghiraukan bantuan si pria. Si kakek merangkul si nenek penuh sayang, bahkan sempat-sempatnya mengelus kepala wanita tua yang dikasihinya itu. Langkah tertatih mereka segera sampai ke pintu seberang. Ya, sedikit lagi.

Sekarang tinggal menuruni anak tangga disana. Cukup curam bagi manula untuk menaklukkannya. Kakek pun lebih dulu menuruninya. Meski sudah tua, beliau memperlihatkan dirinya masih cukup tangguh melindungi nenek. Kemudian perlahan dia berbalik badan, kedua tangannya menyambut sang wanita yang menyusul setelahnya. Keduanya berjalan sedikit terbungkuk, cukup lama, daaan.. misi berhasil!

Mereka tertawa kecil, berhenti sejenak di tepi jalur tiga. Tampak kebahagiaan terpancar di wajah keduanya. Seolah menikmati kebersamaan dan petualangan yang baru saja berhasil dilewati. Nenek tersenyum menepuk halus pundak pria yang menjadi pahlawannya itu. Hampir berbarengan, pintu gerbong kereta pun menutup.

Kereta melaju perlahan. Dari balik jendela kaca aku sempat melihat si kakek meraih tangan nenek, mengelusnya lembut. Keduanya bertatapan sejenak tanpa kata, lalu saling tersenyum. Selanjutnya, dua orang tua itu kembali berpegangan tangan erat menyusuri jalan stasiun.

Kulempar pandang ke arah penumpang lain, sepertinya mereka pun memperhatikan kemesraan itu. Beberapa ada yang tersenyum, mungkin berpikir sama seperti yang ada dalam benakku...

(dikutip : http://nisbroth.wordpress.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar